halaman

gravatar

Awasi Penjualan Kambing Peranakan Ettawa

Rabu, 14 Oktober 2009 | 11:06 WIB

SEMARANG, KOMPAS - Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo meminta pengawasan lebih ketat atas perpindahan pejantan unggul kambing peranakan ettawa atau PE dari Kabupaten Purworejo. Saat ini disinyalir cukup banyak kambing jantan PE kualitas unggul yang dijual ke Malaysia sehingga berpotensi menurunkan kualitas PE lokal.

"Saya sudah sampaikan ke unit pelaksana teknis daerah (Kaligesing, Purworejo). Saat pasaran, kalau ada kambing unggul dijual, dibeli dahulu lalu dikembangkan sehingga bibit unggul itu bisa disalurkan lagi ke masyarakat," kata Bibit seusai penyerahan sejumlah bantuan, termasuk kambing PE di Desa Genting, Jambu, Kabupaten Semarang, Selasa (13/10). Kambing PE adalah hasil persilangan antara kambing ettawa asal India dan kambing lokal Kaligesing.



Bibit khawatir andai semakin banyak pejantan PE unggul yang dijual ke Malaysia. Harga jual kambing unggul yang mencapai Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per ekor membuat pemiliknya tergiur menjual. "Boleh-boleh saja peternak mau mendapat uang banyak, tetapi (bibit unggul) itu juga harus dipertimbangkan," ujarnya.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah Whitono mengutarakan, Himpunan Peternak Domba-Kambing Jawa Tengah mensinyalir penjualan kambing PE ke Malaysia secara rutin berkisar 500-1.000 ekor per bulan. Sementara, berdasar data tahun 2007, populasi kambing PE di Purworejo berkisar 66.500. Jumlah kambing PE di Jawa Tengah mencapai 378.608 ekor atau sekitar 12 persen dari total populasi nasional.

Whitono mengaku selama ini tidak ada izin penjualan ke luar negeri. Whitono memperkirakan transaksi dilakukan dari provinsi lain yang membeli kambing PE Purworejo. Hal itu sulit diawasi karena penjual maupun pembeli di Kaligesing berasal dari berbagai daerah. "Ekspor ke luar negeri tentu perlu izin. Sepengetahuan kami itu hanya terjadi antara tahun 2006 atau 2007 sebanyak 600 ekor. Selain itu, tidak ada izin ekspor ke Malaysia," katanya.

Menurut Whitono, Bupati Purworejo pernah mengeluarkan surat keputusan soal tata perdagangan kambing PE. Kambing PE terbaik atau super yang tergolong kelas A hanya boleh diperdagangkan di satu wilayah desa, sedangkan kelas B dan C dalam lingkup kabupaten. Yang bisa diperdagangkan bebas hanya kelas D yang kerap disebut kambing jawa randu atau bligon. "Kami juga pernah membeli pejantan unggul untuk pembibitan seharga Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Jika harganya sampai Rp 50 juta, kami kesulitan karena keterbatasan dana," tutur Whitono. (gal)